Makalah Sistem Politik di Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkat Rahmat dan izin-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Politik di Indonesia”. Dalam makalah ini saya ingin membahas beberapa hal – hal
mengenai system politik yang berada di Negara kita yang tercinta ini dan juga penjelasan
system politik yang berada di Negara Indonesia.
Terima kasih kepada
Bpk. Randy Napitupulu SH. MH. selaku dosen pembimbing kami yang telah
memberikan tugas makalah ini.
Tidak lepas dari
kekurangan, saya sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik dimasa
mendatang. Besar harapan saya, semoga laporan ini membawa manfaat khususnya
bagi kami.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
SAat ini
Partai Politik di Indonesia semakin marak di kalangan masyarakat. Hal ini
membuktikan bahwa sistim politik di Indonesia telah berkembang dengan pesat.
Dalam sejarah Indonesia, perkembangan sistim politik mengalamai pasang surut.
Suatu
sistim politik tersebut merupakan wadah insan politik dan melakukan
partisipasi, politik telah berjalan lama sejak berdirinya RI, bahkan organisasi
ini telah ada sebelum merdeka, sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa
politik merupakan organisasi yang tidak sehat, oleh karena itu diharapkan
melalui karya tulis ini kita dapat mengetahui secara jelas tentang sistim
politik di Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Untuk
mengetahui tujuan pembahasan tentang sistim politik di Indonesia, maka sebagai
perumusan dalam penyusunan adalah sebagai berikut.
1.
Apa yang
dimaksud dengan sistim politik?
2.
Bagaimana
Proses Politik di Indonesia?
3.
Bagaimana Sejarah
Politik di Indonesia?
1.3 TUJUAN
Suatu kegiatan
akan lebih bermanfaat jika dalam pembahasan ini mempunyai tujuan adalah sebagai
berikut.
1.
Untuk
mengetahui apakah yang dinamakan dengan sistim politik.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana Proses Politik di Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana Sejarah Politik di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SISTEM POLITIK
Sistem adalah suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
Politik
berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi
kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan
yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu.
Menurut
Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan
hubungan Negara dengan Negara.
Sistem
politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan.
Politik
adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara (
termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan
keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan
terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik
sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga
Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR,
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
2.2 PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah
Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari
masa-masa berikut ini:
·
Masa
prakolonial
·
Masa kolonial
(penjajahan)
·
Masa Demokrasi
Liberal
·
Masa Demokrasi
terpimpin
·
Masa Demokrasi
Pancasila
·
Masa Reformasi
Masing-masing
masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek:
·
Penyaluran
tuntutan
·
Pemeliharaan
nilai
·
Kapabilitas
·
Integrasi
vertikal
·
Integrasi
horizontal
·
Gaya politik
·
Kepemimpinan
·
Partisipasi
massa
·
Keterlibatan
militer
·
Aparat Negara
·
Stabilitas
Bila
diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1.
Masa
prakolonial (Kerajaan)
a)
Penyaluran
tuntutan – rendah dan terpenuhi
b)
Pemeliharaan
nilai – disesuikan dengan penguasa
c)
Kapabilitas –
SDA melimpah
d)
Integrasi
vertikal – atas bawah
e)
Integrasi
horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
f)
Gaya politik –
kerajaan
g)
Kepemimpinan –
raja, pangeran dan keluarga kerajaan
h)
Partisipasi
massa – sangat rendah
i)
Keterlibatan
militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
j)Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan
raja yang memerintah
k)
Stabilitas –
stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2.
Masa kolonial
(penjajahan)
a)
Penyaluran
tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
b)
Pemeliharaan
nilai – sering terjadi pelanggaran ham
c)
Kapabilitas –
melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
d)
Integrasi
vertikal – atas bawah tidak harmonis
e)
Integrasi
horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
f)
Gaya politik –
penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
g)
Kepemimpinan –
dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
h)
Partisipasi
massa – sangat rendah bahkan tidak ada
i)
Keterlibatan
militer – sangat besar
j)
Aparat negara
– loyal kepada penjajah
k)
Stabilitas –
stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3.
Masa Demokrasi
Liberal
a)
Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
b)
Pemeliharaan
nilai – penghargaan HAM tinggi
c)
Kapabilitas –
baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
d)
Integrasi
vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
e)
Integrasi
horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
f)
Gaya politik –
ideologis
g)
Kepemimpinan –
angkatan sumpah pemuda tahun 1928
h)
Partisipasi
massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
i)
Keterlibatan
militer – militer dikuasai oleh sipil
j)
Aparat negara
– loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
k)
Stabilitas –
instabilitas
4.
Masa Demokrasi
terpimpin
a)
Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Frontnas
b)
Pemeliharaan
nilai – Penghormatan HAM rendah
c)
Kapabilitas –
abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
d)
Integrasi
vertikal – atas bawah
e)
Integrasi
horizontal – berperan solidarity makers,
f)
Gaya politik –
ideolog, nasakom
g)
Kepemimpinan –
tokoh kharismatik dan paternalistik
h)
Partisipasi
massa – dibatasi
i)
Keterlibatan
militer – militer masuk ke pemerintahan
j)
Aparat negara
– loyal kepada negara
k)
Stabilitas –
stabil
5.
Masa Demokrasi
Pancasila
a)
Penyaluran
tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
b)
Pemeliharaan
nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
c) Kapabilitas – sistem terbuka
e)
Integrasi
horizontal – nampak
f)
Gaya politik –
intelek, pragmatik, konsep pembangunan
g)
Kepemimpinan –
teknokrat dan ABRI
h)
Partisipasi
massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
i)
Keterlibatan
militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
j)
Aparat negara
– loyal kepada pemerintah (Golkar)
k)
Stabilitas
stabil
6.
Masa Reformasi
a)
Penyaluran
tuntutan – tinggi dan terpenuh
b)
Pemeliharaan
nilai – Penghormatan HAM tinggi
c)
Kapabilitas
–disesuaikan dengan Otonomi daerah
d)
Integrasi
vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
e)
Integrasi
horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
f)
Gaya politik –
pragmatik
g)
Kepemimpinan –
sipil, purnawiranan, politisi
h)
Partisipasi
massa – tinggi
i)
Keterlibatan
militer – dibatasi
j)
Aparat negara
– harus loyal kepada negara bukan pemerintah
k)
Stabilitas –
instabil
2.3 SEJARAH SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Sejarah
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa
Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses
politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran
yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang
terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan
dan tekanan.
Dalam
melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja
seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan
tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan
sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu
pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.
Kapabilitas
sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.
Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara
para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan
diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik
diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik
melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar
pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan
internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku
perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur
politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan
ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proses mengkonversi
input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper). Terdapat 5
kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah system politik:
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan
Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat
potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti
pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal
domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak
inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki
oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan
secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata
distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam
menyelenggarakan pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan
adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat.
Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal
ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan
pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan
diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka
semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik
terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah
sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai
inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsive kapabilitas dalam negeri
dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang
mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas
ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas
internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan
pinjaman (loan) kepada negara-negara
berkembang.
2.4 PENDEKATAN DALAM ANALISI SISTEM POLITIK
1.
Analisis
Sistem Politik Menurut David Easton
Pendekatan
sistem politik pada mulanya terbentuk dengan mengacu pada pendekatan yang
terdapat dalam ilmu eksakta. Adapun untuk membedakan sistem politik dengan
sistem yang lain maka dapat dilihat dari definisi politik itu sendiri. Sebagai
suatu sistem, sistem politik memiliki ciri-ciri tertentu. Perbedaan pendapat
mulai muncul ketika harus menentukan batas antara sistem politik dengan sistem
lain yangterdapat dalam lingkungan sistem politik.
Namun
demikian, batas akan dapat dilihat apabila kita dapat memahami tindakan politik
sebagai sebuah tindakan yang ingin berkaitan dengan pembuatan keputusan yang
menyangkut publik Input, Output, dan Lingkungan dalam Sistem Politik Input
dalam sistem politik dibedakan menjadi dua, yaitu tuntutan dan dukungan. Input
yang berupa tuntutan muncul sebagaikonsekuensi dari kelangkaan atas berbagai
sumber-sumber yang langka dalam masyarakat (kebutuhan). Input tidak akan sampai
(masuk) secara baik dalam sistem politik jika tidak
terorganisir secara baik. Oleh sebab itu komunikasi politik menjadi bagian
penting dalam hal ini. Terdapat perbedaan tipe komunikasi politik di negara
yang demokratis dengan negara yang nondemokratis. Tipe komunikasi politik ini
pula yang nantinya akan membedakan besarnya peranan dari organisasi politik.
Output
merupakan keputusan otoritatif (yang mengikat) dalam menjawab dan memenuhi
input yang masuk. Output sering dimanfaatkan sebagai mekanisme dukungan dalam
rangka memenuhi tuntutan-tuntutan yang muncul.
2.
Menurut Gabriel Almond
Dalam
setiap sistem politik terdapat enam struktur atau lembaga politik, yaitu
kelompok kepentingan, partai politik, badan legislatif, badan eksekutif,
birokrasi, dan badan peradilan. Dengan melihat keenam struktur dalam setiap
sistem politik, kita dapat membandingkan suatu sistem politik dengan sistem
politik yang lain. Hanya saja, perbandingan keenam struktur tersebut tidak
terlalu membantu kita apabila tidak disertai dengan penelusuran dan pemahaman
yang lebih jauh dari bekerjanya sistem politik tersebut. Suatu analisis
struktur menunjukkan jumlah partai politik, dewan yang terdapat dalam parlemen,
sistem pemerintahan terpusat atau federal, bagaimana eksekutif, legislatif, dan
yudikatif diorganisir dan secara formal dihubungkan satu dengan yang lain.
Adapun analisis fungsional menunjukkan bagaimana lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi
tersebut berinteraksi untuk menghasilkan dan melaksanakan suatu kebijakan.
2.5 Sosialisasi, Budaya Politik di Indonesia, dan Ekonomi Politik Indonesia
1. Sosialisasi Politik di Indonesia
Dalam
kegiatan belajar ini ada tiga hal yang dikemukakan. Pertama, mengenai
pengertian sosialisasi politik. Kedua, mengenai proses sosialisasi politik di
Indonesia, dan ketiga, mengenai agen-agen sosialisasi politik yang berperan
dalam penyebaran nilai-nilai politik kedalam masyarakat. Pada
bagian pertama dijelaskan mengenai proses sosialisasi secara umum, kemudian
juga dibahas tahapan psikologi politik, dan jugatahapan sosialisasi politik.
Setelah pembahasan sosialisasi politik di Indonesia juga dibahas mengenai
agen-agen sosialisasi politik.
2. Budaya Politik di Indonesia
Klasifikasi
budaya politik oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, terdiri atas
budaya politik parokial, budaya politik subjek/kaula, dan budaya politik
partisipan. Sedangkan budaya politik menurut Austin Ranney dibedakan atas
orientasi kognitif dan preferensi politik. Ada beberapa unsur yang berpengaruh
atau melibatkan diri dalam proses pembentukan budaya politik nasional, yaitu
sebagai berikut.
·
Unsur
sub-budaya politik yang berbentuk budaya politik asal.
·
Aneka rupa
sub-budaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya politik asal
itu berada.
·
Budaya politik
nasional itu sendiri.
Tahapan
perkembangan budaya politik nasional menurut Sjamsuddin, antara lain sebagai
berikut (Rahman, 1998:58).
·
Budaya politik
nasional yang tengah berada dalam proses pembentukannya.
·
Budaya politik
nasional yang sedang mengalami proses pematangan. Dalam tahapan ini, pada
dasarnya budaya politik nasional sudahada, tetapi masih belum matang.
·
Budaya politik
nasional yang sudah mapan, yaitu budaya politik yang telah diakui keberadaannya
secara nasional.
·
Ada dua sudut
pandang untuk melihat budaya politik yang dikaitkan dengan struktur nasional,
yaitu secara vertikal maupun horizontal. Terakhir ada tiga kelompok yang
mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap sistem politik Indonesia, yaitu
kelompok agama, kelompok suku bangsa,dan kelompok
ras.”
3. Ekonomi Politik
Ilmu
ekonomi politik mempelajari tentang hubungan timbal balik antara transaksi
ekonomi dengan perilaku politik. Para ahli ekonomi politik melihat
bahwa dalam hubungan antara negara dan pasar terdapat struktur atau anatomi,
nilai-nilai, kebutuhan, dan kepentingan yang bervariasi, yang pada gilirannya
dapat menimbulkan interaksi yang beragam antara negara dengan pasar. Penjelasan
singkat di atas padadasarnya memberikan gambaran bahwa pembagian sistem ekonomi
ke dalam kapitalisme dan sosialisme merupakan penyederhanaan masalah
(simplifikasi). Dalam praktiknya, sejumlah negara tertentu sulit untuk dapat
dimasukkan ke dalam kategori kapitalisme maupun sosialisme. Di sinilah letak
pentingnya studi tentang ekonomi politik, untuk mendapatkan gambaran yang
menyeluruh mengenai hubungan antara ekonomi dengan politik.
4. Dinamika Ekonomi Politik di Indonesia
Dinamika
hubungan antara negara dengan pasar sejak Indonesia berdiri hingga era
reformasi diwarnai oleh fluktuasi penguatan peran negara. Negara sempat
memiliki pengaruh dominan di dalam sistem politik pada masa Demokrasi Terpimpin
dan juga pada masa boom minyak semasa kepemimpinan Orde Baru. Di luar periode
tersebut, pasar mampu mendorong negara membuat kebijakan yang memungkinkan
akumulasi kapital yang cenderung lebih banyak menguntungkan para pemilik modal
(investor). Kekuatan pasar yang luar biasa dalam menghadapi negara dapat
ditemukan dalam kasus krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan
tahun 1997 hingga1998.
2.6 PARTISIPASI POLITIK DAN PEMILU DI INDONESIA
1. Partisipasi Politik
Partisipasi
politik oleh para sarjana di negara Barat sering hanya dipandang sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk memberikan input bagi pengambil kebijakan
menuruti aturan main yang berlaku. Definisi yang demikian membuat partisipasi
politik di negara-negara berkembangsulit dikategorikan sebagai bentuk
partisipasi politik. Untuk mengatasi hal tersebut, Huntington mencoba mengatasi
dengan mengatakan bahwa partisipasi yang tergolong negatif
di mata para sarjana di negara-negara berkembang pada dasarnya termasuk pula
bentuk partisipasi politik. Kecenderungan mobilisasi di masyarakat
negara-negara berkembang menjadi ciri khas yang melekat karena karakteristiknya
yang khas selain tidak bekerjanya sistem politik secara baik untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat memberikan input tanpa takut diintimidasi oleh
pemerintah.
2. Perkembangan Partisipasi Politik di Indonesia
Partisipasi
politik dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat di suatu negara. Masyarakat
Indonesia yang memiliki karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi
kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipasinya
cenderung dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk
membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite
partai cenderung menggunakan cara-cara mobilisasi ataupun penetrasi ke
masyarakat untuk mendukung partai politik tertentu. Demokrasi parlementer yang
dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan politik yang memadai juga ditandai
dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan dukungan dari
masyarakat.
2.7 PARTAI POLITIK,KELOMPOK KEPENTINGAN DAN KELOMPOK PENEKAN DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
1. Partai Politik, Kelompok Kepentingan, dan Kelompok
Partai
politik merupakan struktur atau lembaga yang menyalurkan dan mengartikulasikan
berbagai kepentingan (tuntutan dan aspirasi) yang berasal dari lingkungan
masyarakat Indonesia ke dalam sistem politik. Kepentingan dan aspirasi yang
diajukan partai politik tersebutmerupakan energi bagi sistem politik untuk
membuat berbagai kebijaksanaan. Jika partai politik ikut dalam Pemilu untuk
merebut atau mempertahankan kekuasaan terutama dalam kaitannya dengan kekuasaan
legislatif maka lain halnya dengan kelompok kepentingan dankelompok penekan.
Kedua aktor politik ini berada di luar sistem politik dan juga tidak bisa
mengikuti pemilu. Walaupun demikian, kelompok ini tidak bisa dipandang remeh
dalam mempengaruhi proses pembuatan undang-undang dan juga pembuatan kebijakan.
2. Partai Politik, Kelompok Kepentingan, dan Kelompok
Penekanan dalam Sistem Politik Indonesia
Peranan
partai politik di masa Demokrasi Pancasila tetap sama seperti pada masa
Demokrasi Terpimpin. Partai politik hanya memiliki peranan yang kecil dalam
proses pengambilan keputusan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari sedikitnya
anggota partai politik dalam lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif.
Bahkan pada Kabinet Pembangunan III sudah tidak ada lagi menteri yang berasal
dari partai politik. Militer dan birokrat merupakan kelompok yang mendominasi
jabatan menteri. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya peranan partai politik
pada masa Demokrasi Pancasila adalah pendekatan ekonomi yang dipilih oleh Rezim
Soeharto, diberlakukannya beberapa peraturan yang menyangkut kehidupan
kepartaian, menguatnya peranan Golkar, dan juga konflik internal dalam tubuh
partai politik.
Sistem Politik
Indonesia terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem
politik:
·
Kapabilitas
Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan
SDA biasanya masihbersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal
oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi
pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
·
Kapabilitas
Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian
rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang
diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula
dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
·
Kapabilitas
Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu
dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
·
Kapabilitas
simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akanditerima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan
yang dibuat pemerintah
maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
·
kapabilitas responsif, dalam proses politik
terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah
sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai
inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
Pengertian Kapabilitas
Sistem Politik adalah Kemapuan sistem politik dalam bidang ekstraktif,
distributive, regulative, simbolik, responsive dan dalam negeri dan
internasional untuk mencapai tujuan nasional sebagai mana termaksuk dalam
pembukaan UUD45
Definisi
sistem politik Secara Umum adaah Ilmu yang mengakaji tentang hubungan
kekuasaan, baik sesama warga negara, antar warga negara maupun hubungan sesama
negara
2.8 STRUKTUR POLITIK
Politik adalah
Alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif yang dipengaruhi oleh distribusi
serta penggunaan kekuasaan. Kekuasaan berarti kapasitas dalam menggunakan
wewenang, hak dan kekuatan fisik.Ketika berbicara struktur politik maka yang
akan diperbincangkan adalah tentang mesin politik sebagai lembaga yang dipakai
untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan jenisnya mesin politik terbagi dua yaitu:
1.
Mesin politik Informal
a)
Pengelompokan atas persamaan sosial ekonomi
-
Golongan petani merupakan kelompok mayoritas (silent
majority)
-
Golongan buruh
-
Golongan Intelegensia merupakan kelompok vocal majority
-
Persamaan jenis tujuan seperti golongan
agama, militer, usahawan, atau seniman
-
Kenyataan kehidupan politik rakyat seperti
partai politik, tokoh politik, golongan kepentingan dan golongan penekan.
2.
Mesin politik formal
Mesin politik formal berupa lembaga yang
resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung dalam trias politika :-
Legislatif - Eksekutif – Yudikatif. Demokrasi di Indonesia adalah Bangsa
Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau bukan
tingkat kenegaraan, masih tingkat desa disebut demokrasi desa. Contoh
pelaksanaan demokrasi desa pemilihan kepala desa dan rembug desa. Inilah
demokrasi asli.
Demokrasi desa mempunyai 5 ciri. Rapat,
mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkir dari kekuasaan
raja absolut mempergunakan pendekatan kontekstual, demokrasi di Indonesia
adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila ini oleh karena Pancasila
sebagai ideologi negara, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara
Indonesia dan sebagai identitas nasional Indonesia. Sebagai ideologi nasional,
Pancasila sebagai cita-cita masyarakat dansebagai pedoman
membuat keputusan politik. Sebagai pemersatu masyarakat yang menjadi prosedur
penyelesaian konflik. Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai
Pancasila sebagai berikut:
1.
Kedaulatan
rakyat
2.
Republik
3.
Negara
berdasar atas hokum
4.
Pemerintahan
yang konstitusional
5.
Sistem
perwakilan
6.
Prinsip
musyawarah
7.
Prinsip
ketuhanan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat
dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak
cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem
agar lebih efektif. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu
segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian.
Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem
untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam
menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik.
3.2 SARAN
Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang
lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka
penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku ilmiah dan
buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul “Sistem Politik Indonesia”.
Kritik dan saran yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami. Jadikanlah
makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i berfikir aktif
dan kreatif.
Komentar
Posting Komentar