Makalah Korupsi, Kolusi, Nepotisme
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan izin-Nya, saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ”. Dalam
makalah ini membahas mengenai alusista dan ketahanan nasional di Indonesia.
Terima kasih kepada Bpk. Randy Napitupulu SH. MH. selaku dosen
pembimbing kami yang telah memberikan tugas makalah ini.
Tidak lepas dari kekurangan, saya sadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi karya yang lebih baik dimasa mendatang. Besar harapan saya, semoga laporan
ini membawa manfaat khususnya bagi saya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
KKN sebagai suatu implikasi dari sikap
hidup lebih besar pasak dari tiang, yang nampaknya menghinggapi masyarakat
Indonesia baik secara nasional, dalam pembangunan nasional maupun yang lebih
mikro lagi, dalam kegiatan perusahaan dan kegiatan perorangan. Masyarakat
Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam
membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih
demokratis, dan lebih mandiri.
Dalam
tulisan ini saya ingin memusatkan perhatian pada penaggulangan masalah KKN
dengan mengusulkan perlunya kejelasan konsep atau kriteria dari masing-masing
tindakan dalam KKN dan memusatkan penanganannya pada masalah yang lebih jelas,
dan lebih pokok, yaitu korupsi. Dengan cara ini diharapkan program penanganan
masalah KKN akan lebih terarah dan memberikan hasil yang setahap demi setahap
dapat dipergunakan untuk dijadikan basis bagi penaganan seterusnya sampai
tuntas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1.
Apa itu KKN?
2.
Apa penyebab dari KKN?
3.
Apa dampak dari KKN?
4.
Bagaimana upaya penanganan KKN?
5. Bagaimana
dampak bagi Negara jika korupsi, kolusi,nepotisme merajalela ?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
dan manfaat yang dapat diambil dari makalah ini sebagai berikut :
1.
Sebagai
penambah ilmu wawasan mengenai masalah KKN
2.
Sebagai
info mengenai masalah KKN di Indonesia
3.
Sebagai
tugas Pendidikan Kewarganegaraan
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN DAN PERMASALAHAN KKN
Disadari bahwa permasalahan korupsi merupakan persoalan nasional
yang harus diprioritaskan penanganannya, karena korupsi diyakini telah merusak
sendi – sendi kehidupan masyarakat dan menjadi pemicu kesengsaraan rakyat.
Dampak korupsi telah muncul berbagai persoalan antara lain :
·
Rendahnya
kualitas pelayanan public
·
Timbulnyabiaya
ekonomi yang semakintinggi
·
Runtuhnya
lembaga dan nilai- nilai demokrasi
·
Meningkatnya
kemiskinan dan kesengsaraan rakyat
·
Bartambahnya
masalah social dankriminal
Sebagai manifestasi dari kesadaran tersebut dan adanya kemauan
yang kuat untuk melakukan pemberantasan terhadap segala bentukperilaku korupsi
maka pemerintah telahmenegaskan komitmennya dalam rangka memberantas korupsi
tersebut, melalui intruksi presiden no. 5 tahun 2004 tentang pemberantasan
korupsi.
Dari
sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup
unsur-unsur sebagai berikut:perbuatan melawan hukum
·
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana;
·
memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
·
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain
itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
·
memberi
atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
·
penggelapan
dalam jabatan;
·
pemerasan
dalam jabatan;
·
ikut
serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
·
menerima
gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
a.
Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut
Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar mencakup unsur unsur sbb, perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu
terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya, memberi
atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan
dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara), menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak
jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan
partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di
tempat lain.
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The
Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan
permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik
korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang
meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam
sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah
praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan
memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan
pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal
Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang
dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu
barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal
besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan
situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu
terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta
sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang
dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga
sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi
merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi
menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with
an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right
of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or
for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa
tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi
perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu
tindak pidana.
Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya
menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan
keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama
dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang
terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak
“penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek
korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi
secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
b. Kolusi
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam
satu bidang industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk
kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk
pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat
secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus
khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan
membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin
agar segala urusannya menjadi lancar
c. Nepoitisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya
digunakan dalam konteks derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau
menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi
namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme.
Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme
adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang
berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik
dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak
mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya
seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat
keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut
digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III,
dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah
satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu
loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander
mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese
kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan
menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal.
Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang
mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla
kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik,
kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang
saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.
2.2 PENYEBAB KKN
Penyebab terjadinya KKN di Indonesia
adalah sebagai berikut :
·
Sudah merupakan
penyakit kronis Bangsa Indonesia sejak rezim orde baru.
·
Rendahnya mental
para penegak hukum di Indonesia.
·
Mental pejabat
penyelenggara negara yang mudah menyelewengkan uang Negara.
·
Rumusan Tentang
korupsi yang tertera pada undang-undang nomor 31 tahun 1999 terlalu luas.
·
Konsentrasi
kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat.
·
Kampanye-kampanye
politik yang mahal.
·
Proyek yang
melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
·
Lemahnya
ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan seperti
pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika melakukan
tindakan kejahatan.
·
Kurangnya
keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME.
·
Rakyat mudah
dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan seorang
pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon
tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
2.3 DAMPAK TERJADINYA KKN
Dampak KKN dalam bidang-bidang :
a. Ekonomi :
·
Anggaran Negara
membengkak.
·
Uang Negara ada
yang hilang.
·
Kepercayaan
investor baik dalam negeri maupun luar negeri kepada pemerintah semakin
berkurang.
·
Pertumbuhan
ekonomi terganggu.
·
Investasi yang
dilakukan oleh pemerintah tidak efektif .
·
Kondisi ekonomi
makro tidak stabil.
b. Sosial Politik :
·
Kewibawaan
pemerintah semakin berkurang.
·
Kebutuhan
masyarakat semakin terabaikan.
·
Norma-norma
dalam masyarakat semakin hilang.
·
Mekanisme
pemerintahan semakin rusak
·
Kekerasan
politik semakin merajalela.
·
Sulit melakukan
rekrutmen pejabat yang bersih
c. Budaya :
·
Profesionalisme
kurang dihargai
·
Kreativitas
semakin berkurang
·
Pola hidup
konsumtif dan suka menempuh jalan pintas
·
Rusaknya moral
masyarakat
·
Maraknya
kekerasan yang terorganisasi.
2.4 HUKUMAN BAGI PARA KORUPTOR DI INDONESIA
Berdasarkan
ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 dan undang-undang nomor 20 tahun
2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa
tindak pidana korupsi adalah sebagaiberikut:
1.
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
palingsedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negaraatau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2.
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00
(lima puluh jutarupiah) dan paling banyak satu Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomianNegara (Pasal 3)
3.
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00
(seratuslima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enamratus
juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangiatau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangkaatau terdakwa ataupun para
saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4.
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00
(enamratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal28,
pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
5.
Pidana Tambahan. Perampasan barang bergerak yang berwujud
atau yang tidak berwujudatau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau
yang diperolehdari tindak pidana korupsi, Pembayaran uang pengganti yang
jumlahnya sebanyak-banyaknya samadengan harta yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling
lama 1(satu) tahun, Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau
penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau
dapatdiberikan oleh pemerintah kepada terpidana, Jika terpidana tidak membayar
uang pengganti paling lama dalam waktu1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan
yang telah memperolehkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh
jaksa dandilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, Dalam hal terpidana tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka
terpidana dengan pidana penjarayang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum
dari pidana pokoknyasesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999.
2.5 EFEK JERA BAGI PARA KORUPTOR
Di
Indonesia itikad untuk membuat jera koruptor masih sebatas wacana.Beberapa
usulan pernah dilontarkan ke publik oleh para pakar untuk hukuman koruptor.
Seperti hukuman mati, pemiskinan, baju tahanan, hukuman sosial, bahkan penjara
seumur hidup. Namun, yang baru terwujud adalah membuat seragam bagi tersangka
korupsi. Tujuannya membuat malu tersangka korupsi. Usulan yang lainnya? Hilang
tanpa jejak. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera para pelaku
koruptor.
Berdasarkan
analisa,hukuman bagi koruptor tersebut seperti yang tercantum dalam UU Tipikor
di atas itu pada faktanya sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hal ini
disebabkan oleh diantaranya:
·
Hukuman yang
memang masih terlalu ringan.
·
Hukuman yang
sangat ringan karena dakwaan jaksa yang lemah.
·
Harta koruptor
yang sudak terbukti sama sekali tidak disita.
·
Korupsi sudah
menjadi hal yang lumrah dalam suatu birokrasi.
·
Kurangnya
legitimasi hukum tipikor karena disebabkan peradilan yang tidak kredibel serta
juga sering menjadi sumber sogok-menyogok.
·
Penerapan
hukuman yang juga tidak berkeadilan, dimana apabila yang menjadi tersangka
korupsi dari seorang pejabat besar maka hukuman akan semakin tumpul.
·
Korupsi yang
dilakukan secara bersama-sama sehingga tidak adanya rasatakut bagi para
koruptor.
·
Peranan KPK,
BPK, dan Kepolisian yang juga masih rendah dalam pengungkapan kasus korupsi.
Beruntung
untuk koruptor Indonesia, hukum penjara yang ringan (sebentar), bahkan jauh di
bawah tuntutan jaksa membuat hukum korupsi diIndonesia termaksud yang paling
ringan. Pasalnya, masa tahanan koruptor sudah dihitung semenjak menjadi tahanan
di penjara. Dan bila ada peringatan hari raya besar, tahanan mendapat remisi
(pemotongan masa tahanan) yang bisa membuat para koruptor cepat atau lambat
akan menghirup udara bebas.
2.6 UPAYA PENANGANAN KKN
1.
Adapun
upaya penindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
·
Pelaku KKN di tindak tegas dan adil.
·
Pemberian hukuman sosial kepada pelaku KKN.
·
Menekankan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk
segera memproses secara hukum terhadap pelaku KKN
2.
Upaya
Edukasi Masyarakat/Mahasiswa :
·
Memiliki rasa tanggung jawab.
·
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
·
Melakukan kontrol sosial.
·
Membuka wawasan seluas-luasnya.
·
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan
3.
Upaya
Edukasi LSM :
·
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah sebuah organisasi
non pemerintah yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada public
mengenai aksi korupsi di Indonesia.
·
Transparancy International (TI) adalah sebuah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik.
4.
Peran
Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia :
·
Kontrol sosial oleh lembaga Negara.
·
Kontrol sosial oleh lembaga masyarakat.
·
Kontrol sosial oleh masyarakat bersama media massa.
·
Kontrol sosial oleh media massa
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pancasila
merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan
kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan
nilai-nilai pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan perundang-undangan
sebagai acuan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia. Suatu pemerintah dengan
pelayanan public yang baik merupakan pemerintahan yang bersih (termasuk dari
korupsi) dan berwibawa.
Upaya
menghidupkan komunisme dan soparatisme merupakan lawan dari pancasila. Ancaman
terhadap pancasila sebagai ideology dapat dikategorikan sebagai tindakan ingin
meniadakan pancasila dan ingin merubah pancasila. Korupsi adalah perubuatan
pelanggaran hukum, sebuah tindak pidana. Memang tidak ada hubungannya dengan
pancasila tetapi termasuk menghianati Negara. Sedangkan penghianatan Negara
lewat korupsi sudah pasti penghianat terhadap azas atau dasar dari
Negara.
Dari uraian pengertian dan
penyebab korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana
korupsi sangat luas dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai
berikut:
1.
Berkurangnya kepercayaan terhadap
pemerintah;
2.
Berkurannya kewibawaan pemerintah
dalam masyarakat;
3.
Menyusutnya pendapatan Negara;
4.
Rapuhnya keamanan dan ketahanan
Negara;
5.
Perusakan mental pribadi;
6.
Hukum tidak lagi dihormati.
3.2 KRITIK & SARAN
Makalah
ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran diperkenanankan
dan kami berharap makalah ini akan menjadi suatu sumber yang dapat dipakai
untuk menambah pengetahuan yang ada.
Komentar
Posting Komentar